Ayah Prada Lucky Bantah Langgar Disiplin: “Saya Tentara, Saya Tahu Aturan!”
kabarsantai.web.id Kasus kematian Prada Lucky Namo kembali menjadi sorotan setelah sang ayah, Pelda Christian Namo, menyampaikan bantahan atas tudingan bahwa dirinya melanggar disiplin militer. Ia menegaskan bahwa semua langkah yang dilakukan selama ini semata-mata bertujuan mencari keadilan atas meninggalnya anak kandungnya yang juga seorang prajurit aktif.
Pelda Christian menolak keras anggapan bahwa ia telah melanggar aturan dengan berbicara kepada media. “Saya ini tentara, saya tahu betul aturan disiplin. Tidak ada niat sedikit pun untuk melawan komando atau mencoreng nama institusi,” ujarnya dengan nada tegas.
Menurutnya, apa yang ia sampaikan di depan publik bukan bentuk pembangkangan, melainkan seruan agar kasus yang menimpa keluarganya ditangani secara transparan dan sesuai hukum. “Saya tidak ingin menuduh siapa pun. Saya hanya ingin kejelasan. Anak saya meninggal dalam dinas, tapi sampai hari ini keluarga tidak mendapatkan penjelasan resmi,” katanya.
Kematian Prada Lucky dan Misteri yang Belum Terjawab
Kisah tragis kematian Prada Lucky Namo menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat. Sejak kabar duka itu diterima, keluarga tidak pernah memperoleh surat pemberitahuan resmi dari satuan militer tempat Lucky bertugas. Menurut Christian, tidak ada perwakilan yang datang menjelaskan kronologi kematian anaknya.
“Sejak awal kematian anak saya, tidak ada satu pun pihak dari satuannya yang datang menemui kami sebagai keluarga korban,” ucapnya. Kondisi ini membuat pihak keluarga merasa diabaikan, padahal mereka hanya mengharapkan komunikasi dan kejelasan.
Sikap terbuka Christian dinilai sebagian pihak sebagai langkah berani, namun di sisi lain juga menuai kritik karena dianggap melanggar aturan kedinasan. Isu inilah yang kemudian berkembang menjadi tuduhan bahwa dirinya tidak disiplin.
Pernyataan Tegas: “Saya Hanya Ingin Keadilan”
Menanggapi tudingan tersebut, Christian menegaskan bahwa tindakannya berbicara di media adalah bentuk kepedulian sebagai ayah, bukan upaya politisasi. Ia juga menolak dikaitkan dengan isu-isu di luar konteks hukum. “Ini bukan soal institusi, ini soal kemanusiaan. Anak saya meninggal dan saya tidak tahu penyebab pastinya. Orang tua mana yang bisa diam?” ujarnya.
Pelda Christian menjelaskan bahwa sebagai anggota TNI aktif, ia sangat memahami batasan dalam bersuara. Namun, ia merasa perlu bersikap lantang karena tidak ada jalur komunikasi formal yang memberikan penjelasan memadai.
“Saya sudah menunggu lama, berharap ada klarifikasi atau laporan resmi. Tapi tidak ada. Akhirnya saya bicara, karena kalau saya diam, siapa lagi yang akan memperjuangkan anak saya?” katanya.
Dukungan dan Empati dari Publik
Pernyataan Pelda Christian mendapat simpati dari banyak pihak, terutama di kalangan masyarakat sipil dan pemerhati militer. Mereka menilai keberanian Christian menunjukkan kepedulian mendalam terhadap nilai-nilai keadilan dan transparansi.
Beberapa rekan sesama prajurit bahkan menyatakan empati secara pribadi, meski tidak dapat memberikan dukungan terbuka karena masih terikat aturan dinas. “Kami memahami posisinya sebagai orang tua. Setiap orang pasti ingin tahu kebenaran tentang nasib anaknya,” ujar seorang anggota TNI yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil mendorong agar kasus ini diselidiki secara objektif tanpa tekanan. Mereka berpendapat bahwa keluarga prajurit memiliki hak yang sama untuk mendapatkan informasi tentang penyebab kematian anggota keluarganya.
Antara Disiplin dan Hak Kemanusiaan
Kasus ini memunculkan perdebatan luas tentang batas antara disiplin militer dan hak dasar prajurit serta keluarganya. Di satu sisi, sistem militer menuntut loyalitas dan kerahasiaan; di sisi lain, keluarga korban juga berhak atas kejelasan dan keadilan.
Para ahli hukum militer berpendapat, tindakan Christian tidak bisa langsung dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin. “Jika pernyataannya masih dalam koridor mencari keadilan dan tidak menyinggung rahasia negara, maka itu tidak serta-merta pelanggaran,” jelas seorang pakar hukum militer dari Universitas Pertahanan.
Ia menambahkan bahwa institusi militer juga perlu menunjukkan transparansi dalam menangani kasus semacam ini, agar kepercayaan publik terhadap lembaga tetap terjaga.
Harapan untuk Keadilan
Hingga kini, keluarga Prada Lucky masih menunggu tindak lanjut resmi dari satuan terkait. Mereka berharap akan ada kejelasan hukum yang pasti mengenai penyebab kematian anaknya. “Kami tidak ingin mencari sensasi atau melawan sistem. Kami hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi,” kata Christian.
Ia mengaku siap bekerja sama dengan pihak militer selama proses penyelidikan berlangsung. Namun, ia juga meminta agar keluarga korban tidak diperlakukan seperti pihak yang salah hanya karena berani berbicara. “Saya ini tentara juga, saya tahu bagaimana menghormati aturan. Tapi saya juga ayah, saya punya tanggung jawab moral kepada anak saya yang sudah tiada,” tegasnya.
Suara Seorang Ayah di Tengah Sunyi
Kasus ini menggambarkan sisi lain kehidupan prajurit: di balik disiplin dan loyalitas, ada manusia yang juga memiliki hati dan rasa kehilangan. Pelda Christian Namo bukan hanya berbicara sebagai anggota militer, melainkan sebagai seorang ayah yang berduka.
Meski dihadapkan pada tekanan, ia tetap memegang prinsip bahwa kebenaran tidak boleh dikubur bersama kesunyian. Bagi Christian, memperjuangkan keadilan bagi anaknya bukan bentuk perlawanan, tetapi panggilan nurani seorang tentara yang setia pada nilai kebenaran.
Dengan suaranya yang lantang, ia tidak hanya memperjuangkan hak keluarga sendiri, tetapi juga mengingatkan kita semua tentang pentingnya empati dan keadilan, bahkan di dalam sistem yang seketat militer.

Cek Juga Artikel Dari Platform suarairama.com
