Bahlil Tegaskan Hanya Presiden yang Bisa Instruksikan Dirinya, Ajukan Evaluasi Bersama soal Bencana
kabarsantai.web.id Situasi bencana di Sumatera memunculkan banyak sorotan terhadap arah kebijakan pemerintah. Dalam suasana tersebut, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan komentar yang memicu perhatian publik. Ia menegaskan bahwa semua pejabat negara, tanpa terkecuali, harus mengevaluasi diri dalam menghadapi bencana yang terjadi.
Bahlil tidak ingin hanya dirinya, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, atau Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol yang dinilai perlu melakukan introspeksi. Ia menyebut bahwa Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, selaku Menko PM, juga harus melakukan langkah serupa.
Ajakan Evaluasi Diri untuk Semua Pejabat
Menurut Bahlil, bencana besar yang terjadi di Sumatera merupakan pengingat bahwa pejabat negara memiliki tanggung jawab nyata terhadap keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Bukan sekadar debat atau saling menyalahkan, tetapi refleksi atas kebijakan yang mungkin belum tepat sasaran.
Ia menyampaikan bahwa introspeksi itu harus dilakukan bersama, bukan hanya diarahkan kepada satu dua pihak.
“Semua kita harus mengevaluasi diri. Tidak ada yang kebal dari tanggung jawab,” ujar Bahlil dengan nada tegas.
Komentar tersebut dilontarkannya sebagai ajakan agar seluruh anggota kabinet melakukan perbaikan tata kelola, terutama yang menyangkut lingkungan, mitigasi bencana, dan tata ruang wilayah rentan.
Respons terhadap Istilah ‘Taubat Nasuha’
Sebelumnya sempat muncul pernyataan dari Cak Imin bahwa sejumlah pejabat perlu melakukan taubat nasuha terkait kebijakan lingkungan. Menanggapi itu, Bahlil menyatakan dengan lugas bahwa jika istilah tersebut digunakan, maka semua pejabat pun berhak dimasukkan dalam daftar.
Ia tidak menolak introspeksi, tetapi menekankan bahwa ajakan itu sebaiknya tidak dilakukan dengan nada menyalahkan hanya satu pihak.
Menurutnya, kebijakan pemerintah merupakan hasil kerja bersama lintas kementerian. Maka jika ada persoalan dalam penanganan lingkungan dan mitigasi bencana, semuanya harus diselesaikan secara kolektif.
Pesan Tegas: Presiden Adalah Komandan Tertinggi
Dalam kesempatan yang sama, Bahlil juga menekankan satu hal penting: dirinya hanya menerima instruksi dari Presiden Prabowo Subianto. Ungkapan itu menjadi penegasan posisi komando di dalam pemerintahan.
Sebagai bawahan langsung kepala negara, ia menegaskan bahwa tugasnya adalah menjalankan arahan presiden, bukan berdebat di ruang publik mengenai siapa yang mesti disalahkan.
Menurutnya, pemulihan wilayah terdampak dan pencegahan bencana selanjutnya jauh lebih penting dibanding memperuncing situasi politik.
Bencana Harus Jadi Momentum Perbaikan Kebijakan
Bahlil menyampaikan bahwa bencana yang melanda berbagai wilayah di Sumatera merupakan tanda bahwa sistem pengelolaan ruang dan izin lingkungan masih memiliki banyak lubang. Ia menekankan pentingnya perbaikan tata kelola untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Beberapa poin yang ia dorong sebagai fokus evaluasi bersama:
- Penguatan regulasi lingkungan dan kehutanan
- Pengawasan ketat terhadap izin usaha yang berpotensi merusak alam
- Koordinasi cepat lintas kementerian saat bencana terjadi
- Penguatan mitigasi di wilayah rawan banjir dan longsor
Baginya, jika bencana mampu membuka mata semua pihak untuk memperbaiki kebijakan, maka introspeksi menjadi langkah wajib.
Masyarakat Menunggu Aksi Nyata
Banyak pihak menilai bahwa pernyataan saling sindir di ruang publik tidak akan menyelesaikan keadaan. Rakyat yang terdampak bencana membutuhkan tindakan cepat, bukan hanya wacana politik.
Apalagi ketika masyarakat kehilangan tempat tinggal, akses pangan, dan sumber air bersih. Mereka membutuhkan pemerintah yang hadir, bukan saling mengkritik.
Bahlil mengingatkan bahwa keselamatan warga harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan. Pemerintah tidak boleh terlambat merespons karena ketika bencana datang, kerugian tidak bisa ditunda.
Kerja Kolaboratif, Bukan Saling Menuding
Polemik di antara pejabat publik mudah menyita perhatian masyarakat. Namun Bahlil menegaskan, fokus utama pemerintah seharusnya adalah bekerja bersama menyelesaikan persoalan di lapangan. Masyarakat menginginkan harmonisasi kebijakan yang memberikan perlindungan nyata.
Dalam pendapatnya, bencana alam harus menjadi titik balik untuk memperkuat sinergi, bukan ajang demonstrasi ego.
Penutup: Bencana Sebagai Pengingat Tanggung Jawab
Pesan yang ingin ditegaskan oleh Bahlil jelas:
Jika taubat nasuha dimaknai sebagai kesadaran bahwa manusia tidak sempurna dan kebijakan bisa salah arah, maka seluruh pejabat negara wajib berada di barisan itu.
Introspeksi menjadi bentuk tanggung jawab, bukan kelemahan. Dengan kepemimpinan terpusat pada Presiden, pemerintah diharapkan mampu bergerak lebih solid, cepat, dan peka terhadap kondisi rakyat di daerah terdampak bencana.
Masyarakat menanti hasil nyata, bukan sekadar perdebatan. Karena pada akhirnya, kebijakan yang benar hanya dapat diukur dari seberapa besar kesejahteraan yang dirasakan rakyat.

Cek Juga Artikel Dari Platform radarbandung.web.id
