Menu MBG Viral, Diduga Dialihkan dari 3 Hari Jadi 2 Hari
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sejatinya dirancang sebagai bentuk intervensi negara untuk meningkatkan kualitas gizi pelajar, justru menuai polemik di Kecamatan Jerowaru. Program yang dikelola oleh Yayasan Ribath Al-UMM melalui dapur SPPG Yarim Jerowaru ini mendadak menjadi sorotan publik setelah foto menu makanan beredar luas di media sosial.
Yang menjadi pemicu utama polemik bukan semata soal menu, melainkan dugaan adanya perubahan klaim distribusi: dari awalnya disebut sebagai jatah tiga hari, kemudian bergeser menjadi dua hari setelah viral. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: siapa yang sebenarnya tidak jujur?
Awal Mula Menu MBG Menjadi Viral
Kontroversi bermula pada Senin, 22 Desember 2025, ketika sejumlah wali murid mengunggah foto paket MBG yang diterima siswa. Dalam unggahan tersebut, tampak isi menu berupa telur rebus, susu kotak kecil, tempe goreng, roti, dan buah pir ukuran kecil yang dikemas dalam paper bag.
Unggahan itu dengan cepat menyebar luas dan memicu komentar netizen. Banyak yang mempertanyakan kelayakan menu jika benar paket tersebut dimaksudkan untuk konsumsi selama tiga hari, terlebih dengan anggaran yang diklaim mencapai Rp10.000 per siswa per hari.
Seiring viralnya unggahan tersebut, muncul pula tangkapan layar klarifikasi dari seseorang bernama Tiara, yang disebut sebagai akuntan dapur SPPG Yarim. Klarifikasi inilah yang justru memperkeruh suasana karena dinilai tidak menjawab persoalan utama.
Pengakuan Sumber: Dari 3 Hari Menjadi 2 Hari
Wartawan media ini kemudian menggali keterangan dari sejumlah sumber yang enggan disebutkan identitasnya. Salah satu sumber menyebut bahwa sejak awal, menu tersebut memang dirancang untuk jatah tiga hari.
“Setahu saya memang itu menu untuk tiga hari. Tapi setelah viral di Facebook, kemudian diubah narasinya jadi dua hari. Kepala dapur bahkan meminta relawan ikut mengklarifikasi,” ujar sumber tersebut.
Pernyataan ini menguatkan dugaan adanya penyesuaian narasi setelah tekanan publik meningkat. Jika benar, maka persoalan MBG ini bukan sekadar soal menu, melainkan juga menyangkut transparansi pengelolaan anggaran publik.
Guru Menolak Distribusi, Datangi Dapur MBG
Dalam video lain yang beredar, tampak seorang guru SMP Negeri di Jerowaru mendatangi dapur MBG Yarim secara langsung. Guru tersebut menyampaikan penolakan atas pembagian menu MBG yang diklaim untuk tiga hari karena dianggap tidak sebanding dengan anggaran.
Percakapan dalam video tersebut memperlihatkan dialog antara guru dan Tiara selaku akuntan dapur. Tiara menjelaskan rincian harga bahan makanan sebagai berikut:
- Telur: Rp3.000/butir (Rp57.000 per trey)
- Susu 110–125 ml: Rp3.500/kotak
- Tempe goreng (±10 potong): Rp4.000
- Buah pir kecil: Rp5.000/buah
- Roti: Rp2.500/bungkus
Namun, penjelasan tersebut justru dipatahkan oleh guru yang mengaku sebagai pedagang dan mengetahui harga pasar lokal.
“Tidak mungkin telur tiga ribu. Saya juga jual telur. Di kios saya dua ribu. Apalagi kalau beli banyak,” ucap guru tersebut dalam video.
Ketidaksesuaian harga ini kembali memicu tanda tanya, terlebih harga paper bag dan biaya operasional lain tidak dijelaskan secara rinci.
Klaim Anggaran dan Hitungan yang Dipersoalkan
Menurut Tiara, anggaran MBG ditetapkan sebesar Rp10.000 per hari per siswa, sehingga untuk tiga hari totalnya Rp30.000. Namun, jika dilihat dari isi paket dan harga pasar lokal, banyak pihak menilai hitungan tersebut tidak masuk akal.
Sejumlah wali murid dan tokoh masyarakat Jerowaru menyebut bahwa jika menu tersebut benar untuk dua hari, maka klaim awal tiga hari patut dipertanyakan. Sebaliknya, jika memang untuk tiga hari, maka kualitas dan kuantitas menu dianggap jauh dari standar gizi yang layak.
Klarifikasi Kepala SPPG Yarim Jerowaru
Menanggapi polemik yang berkembang, Kepala SPPG Yarim Jerowaru, Lalu Febri Siswandi, akhirnya angkat bicara. Ia membantah tudingan bahwa menu tersebut dialihkan dari tiga hari menjadi dua hari.
Menurutnya, sejak awal menu MBG tersebut memang diperuntukkan untuk dua hari, dan kegaduhan yang muncul hanyalah akibat kesalahpahaman komunikasi.
“Menu itu dari awal untuk dua hari. Kesalahpahaman sudah kami klarifikasi di grup,” ujarnya singkat.
Namun, klarifikasi ini belum sepenuhnya meredam kecurigaan publik. Pasalnya, tidak ada penjelasan terbuka terkait perbedaan narasi di lapangan, termasuk unggahan awal yang menyebut jatah tiga hari.
Masalah Transparansi dan Akuntabilitas Publik
Kasus MBG Jerowaru ini membuka diskusi yang lebih luas tentang akuntabilitas program sosial, terutama yang menyangkut anak-anak dan dana publik. Masyarakat menilai bahwa persoalan utama bukan semata menu atau harga telur, tetapi keterbukaan pengelola dalam menjelaskan anggaran dan distribusi.
Program MBG pada dasarnya adalah kebijakan strategis untuk menekan angka stunting dan meningkatkan kualitas SDM sejak dini. Namun, jika pelaksanaannya menimbulkan kebingungan, ketidakpercayaan, dan polemik, maka tujuan mulia tersebut bisa tergerus oleh persoalan teknis di lapangan.
Siapa yang Bohong? Publik Menunggu Jawaban
Hingga kini, belum ada audit terbuka atau penjelasan rinci dari pihak independen terkait polemik MBG Yarim Jerowaru. Pertanyaan publik masih menggantung:
- Apakah menu tersebut awalnya untuk tiga hari atau dua hari?
- Jika terjadi perubahan, siapa yang memutuskan dan mengapa?
- Apakah harga bahan sesuai dengan pasar lokal?
- Bagaimana mekanisme pengawasan program MBG di tingkat daerah?
Tanpa jawaban yang transparan dan terverifikasi, kepercayaan masyarakat terhadap program Makan Bergizi Gratis bisa terkikis.
Penutup
Polemik MBG Jerowaru menjadi pelajaran penting bahwa program sosial tidak cukup hanya baik di atas kertas, tetapi harus dijalankan dengan keterbukaan, komunikasi yang jujur, dan pengawasan yang kuat. Publik kini menunggu langkah tegas dari pihak terkait agar MBG benar-benar menjadi solusi gizi, bukan sumber kegaduhan baru di tengah masyarakat.
Baca Juga : Pemulihan Pascabanjir Aceh Timur Berlanjut, Bupati Al-Farlaky Tegaskan Hadir Bersama Warga
Jangan Lewatkan Info Penting Dari : marihidupsehat

