Presiden Prabowo Resmikan Pabrik Hilirisasi Migas Terbesar di Asia Tenggara
kabarsantai.web.id Pemerintah Indonesia resmi menuntaskan salah satu proyek strategis nasional di sektor energi dengan berdirinya Pabrik Petrokimia Terintegrasi New Ethylene Project milik PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten. Pabrik ini menjadi simbol keberhasilan program hilirisasi migas sekaligus bukti nyata bahwa Indonesia mampu mengolah kekayaan sumber daya alamnya sendiri untuk mendorong kemandirian energi dan memperkuat struktur industri nasional.
Dalam peresmian tersebut, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kehadiran proyek ini bukan hanya tentang pembangunan fisik, tetapi juga merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk menata arah ekonomi Indonesia ke masa depan yang lebih berdaulat. Menurutnya, hilirisasi adalah kunci untuk menciptakan nilai tambah, membuka lapangan kerja, serta mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku.
“Pemerintah berkomitmen agar kekayaan alam Indonesia tidak hanya diekspor mentah, tetapi diolah di dalam negeri agar manfaatnya dirasakan langsung oleh rakyat,” ujar Presiden.
Investasi Raksasa dan Kolaborasi Global
Pabrik yang berdiri di kawasan industri Cilegon ini menelan investasi sekitar USD 3,9 miliar atau sekitar Rp 63 triliun. Nilai ini menjadikannya salah satu proyek investasi asing terbesar di sektor energi dan petrokimia di kawasan Asia Tenggara. Proyek ini juga menandai kembalinya pembangunan kompleks Naphtha Cracker di Indonesia setelah hampir tiga dekade.
Presiden Prabowo menyampaikan apresiasi kepada Lotte Chemical Group, perusahaan global asal Korea Selatan yang berani menanamkan investasi besar di Indonesia. Ia menilai kehadiran perusahaan internasional tersebut sebagai bukti meningkatnya kepercayaan dunia terhadap stabilitas ekonomi dan iklim investasi nasional.
“Lotte adalah salah satu perusahaan terbesar di dunia, dengan aset lebih dari seratus miliar dolar. Mereka berinvestasi di Indonesia sebesar puluhan triliun rupiah. Ini bukan hanya investasi ekonomi, tetapi juga kepercayaan terhadap masa depan bangsa kita,” ucapnya.
Dari Tantangan ke Keberhasilan
Proyek ini awalnya direncanakan sejak 2016, namun sempat tertunda akibat kendala teknis dan birokrasi, termasuk penyediaan lahan dan proses perizinan. Melalui terobosan kebijakan yang dilakukan pemerintah, khususnya oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu Bahlil Lahadalia, hambatan tersebut berhasil diselesaikan.
Bahlil menjelaskan bahwa proyek ini merupakan hasil kerja keras lintas sektor, mulai dari koordinasi antar kementerian hingga dukungan pemerintah daerah. “Proyek ini sempat berhenti bertahun-tahun. Namun dengan kerja sama semua pihak, kita berhasil melanjutkannya hingga beroperasi penuh,” katanya.
Dengan beroperasinya pabrik ini, Indonesia kini memiliki fasilitas hilirisasi migas berskala besar yang mampu menghasilkan 15 jenis produk petrokimia bernilai tinggi seperti etilena, propilena, dan turunannya yang menjadi bahan baku industri plastik, tekstil, karet sintetis, dan farmasi.
Dampak Ekonomi dan Ketenagakerjaan
Pabrik LCI diproyeksikan menghasilkan produk petrokimia senilai USD 2 miliar per tahun, dengan kontribusi besar terhadap substitusi impor sebesar USD 1,4 miliar dan tambahan ekspor sekitar USD 600 juta. Selain memperkuat neraca perdagangan, pabrik ini juga memberikan efek berganda bagi ekonomi lokal dan nasional.
Selama masa konstruksi dan operasional, proyek ini telah menyerap lebih dari 40.000 tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemerintah menilai dampak ekonomi yang ditimbulkan akan menjangkau berbagai sektor, mulai dari transportasi, logistik, hingga UMKM yang terlibat dalam rantai pasok industri.
Bahlil menambahkan bahwa pabrik ini juga akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan baku petrokimia, yang selama ini mencapai sekitar 50 persen kebutuhan domestik. Dengan demikian, industri hilir seperti plastik, tekstil, dan otomotif dapat memperoleh bahan baku dengan harga lebih stabil dan kualitas yang lebih baik.
“Dengan hilirisasi seperti ini, kita tidak lagi hanya menjadi penjual bahan mentah. Kita menjadi negara industri yang mampu menghasilkan produk bernilai tambah,” tegas Bahlil.
Simbol Kemitraan Strategis Indonesia–Korea
Dalam kesempatan yang sama, Chairman LOTTE Group, Shin Dong-bin, menyampaikan rasa bangganya atas selesainya proyek besar ini. Ia menilai pembangunan pabrik petrokimia di Cilegon merupakan bukti kemitraan strategis antara Korea Selatan dan Indonesia dalam mengembangkan sektor energi dan industri kimia.
“Proyek ini adalah simbol kemitraan yang kuat antara dua negara. Kami berharap fasilitas ini dapat menjadi fondasi penting dalam memperkuat daya saing industri petrokimia Indonesia dan menjadikannya pemain utama di kawasan Asia Tenggara,” ujarnya.
LOTTE Group sendiri telah memiliki sejumlah fasilitas serupa di kawasan Asia, namun kompleks di Cilegon ini menjadi yang terbesar dan paling modern. Keberhasilan proyek ini mempertegas posisi Indonesia sebagai pusat manufaktur dan hilirisasi migas di kawasan regional.
Menuju Kemandirian Energi Nasional
Dengan beroperasinya pabrik hilirisasi ini, Indonesia menegaskan langkahnya menuju kemandirian energi dan transformasi industri nasional. Pemerintah berharap ke depan lebih banyak perusahaan yang menanamkan investasi di sektor hilir, tidak hanya di migas tetapi juga di mineral dan energi terbarukan.
Presiden Prabowo menekankan bahwa strategi hilirisasi akan terus menjadi prioritas dalam kebijakan ekonomi nasional. “Kita ingin bangsa ini berdiri di atas kaki sendiri. Setiap investasi yang masuk harus membawa manfaat nyata bagi rakyat, membuka lapangan kerja, dan memperkuat daya saing industri nasional,” ucapnya.
Proyek New Ethylene Project diharapkan menjadi inspirasi bagi berbagai sektor industri untuk mengikuti jejak yang sama—mengubah kekayaan alam Indonesia menjadi nilai tambah ekonomi yang besar, sekaligus memperkuat fondasi pembangunan menuju Indonesia Emas.

Cek Juga Artikel Dari Platform medianews.web.id
