Sanksi Etik Tegas Dijatuhkan, Dua Oknum Polisi Diberhentikan Tidak Hormat dalam Kasus Kekerasan Fatal
kabarsantai.web.id Kepolisian Republik Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam menjaga integritas dan profesionalisme institusi melalui penegakan kode etik internal. Dalam sebuah sidang Komisi Kode Etik dan Profesi, dua anggota kepolisian dijatuhi sanksi Pemecatan Tidak Dengan Hormat setelah terbukti melakukan pelanggaran berat yang berujung pada hilangnya nyawa seorang warga.
Kasus ini menjadi perhatian luas publik karena melibatkan aparat penegak hukum yang seharusnya menjalankan tugas perlindungan dan pengayoman masyarakat. Penegakan etik internal dinilai sebagai langkah penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Putusan Pemecatan Tidak Dengan Hormat
Majelis sidang etik memutuskan bahwa dua anggota Polri, yakni Brigadir Polisi IAM dan Bripda AMZ, dijatuhi sanksi paling berat berupa Pemecatan Tidak Dengan Hormat. Sanksi ini diberikan setelah majelis menilai perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan nilai-nilai dasar profesi kepolisian dan melanggar kode etik secara serius.
Pemecatan tidak dengan hormat merupakan sanksi tertinggi dalam ranah etik kepolisian. Keputusan ini menandai berakhirnya status kedua terperiksa sebagai anggota Polri dan menjadi bentuk pertanggungjawaban institusional atas pelanggaran yang terjadi.
Proses Sidang Etik yang Berjalan Panjang
Sidang Komisi Kode Etik dan Profesi digelar secara maraton dan berlangsung selama berjam-jam. Dalam sidang tersebut, majelis memeriksa keterangan saksi, alat bukti, serta mendengarkan pembelaan dari para terperiksa. Proses ini dilakukan untuk memastikan keputusan yang diambil berdasarkan fakta dan ketentuan yang berlaku.
Kabag Penum Humas Polri, Kombes Erdi A Chaniago, menjelaskan bahwa sidang etik berjalan dengan mendalam dan komprehensif. Seluruh aspek pelanggaran dipertimbangkan secara cermat sebelum majelis menjatuhkan putusan.
Sanksi Tambahan bagi Anggota Lain
Selain dua anggota yang diberhentikan tidak dengan hormat, empat anggota Polri lainnya juga dijatuhi sanksi etik. Keempatnya masing-masing dikenai sanksi demosi atau penurunan jabatan selama jangka waktu tertentu.
Anggota yang dijatuhi sanksi demosi tersebut adalah Bripda MIAB, Bripda ZGW, Bripda BN, dan Bripda JLA. Sanksi ini diberikan sebagai bentuk pembinaan dan penegakan disiplin, dengan harapan dapat mencegah terulangnya pelanggaran serupa di masa depan.
Perbedaan Ranah Etik dan Pidana
Penting untuk dipahami bahwa sidang etik berbeda dengan proses pidana. Sidang Komisi Kode Etik dan Profesi bertujuan menilai pelanggaran terhadap aturan internal dan nilai profesi kepolisian. Sementara itu, proses pidana berada dalam ranah peradilan umum dan akan menentukan pertanggungjawaban hukum secara pidana.
Polri menegaskan bahwa penjatuhan sanksi etik tidak menghentikan proses hukum pidana yang berjalan. Setiap pelanggaran hukum akan diproses sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pesan Tegas bagi Seluruh Personel Polri
Keputusan pemecatan tidak dengan hormat ini dipandang sebagai pesan tegas bagi seluruh personel Polri. Institusi menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap tindakan kekerasan, terlebih yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia.
Polri menekankan bahwa setiap anggota harus menjunjung tinggi prinsip profesionalisme, integritas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Pelanggaran terhadap prinsip tersebut akan berujung pada sanksi tegas tanpa pandang bulu.
Menjaga Kepercayaan Publik
Kasus ini menjadi ujian serius bagi citra dan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Oleh karena itu, langkah cepat dan tegas melalui mekanisme etik dinilai penting untuk menunjukkan keseriusan Polri dalam melakukan pembenahan internal.
Pengamat kepolisian menilai bahwa transparansi dalam penanganan kasus seperti ini menjadi kunci utama dalam menjaga legitimasi institusi. Publik berharap Polri tidak hanya tegas dalam penegakan hukum terhadap masyarakat, tetapi juga konsisten dalam menindak anggotanya sendiri.
Evaluasi Internal dan Pencegahan Ke Depan
Polri menyatakan akan menjadikan kasus ini sebagai bahan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pembinaan dan pengawasan internal. Penguatan pengawasan diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan kewenangan dan tindakan kekerasan yang tidak sesuai prosedur.
Upaya pencegahan juga diarahkan melalui peningkatan pendidikan etika profesi, pengendalian emosi dalam tugas, serta penguatan nilai-nilai pelayanan publik. Dengan langkah tersebut, Polri berharap dapat memperbaiki kualitas sumber daya manusia di tubuh institusi.
Refleksi atas Peran Aparat Penegak Hukum
Kasus ini menjadi pengingat bahwa aparat penegak hukum memegang tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan dan keadilan. Kekuasaan yang dimiliki harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan kendali diri.
Setiap pelanggaran yang dilakukan aparat tidak hanya berdampak pada korban dan keluarga, tetapi juga pada kepercayaan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, penegakan etik dan hukum yang konsisten menjadi fondasi utama bagi institusi kepolisian yang profesional dan dipercaya publik.
Menanti Proses Hukum Selanjutnya
Dengan telah dijatuhkannya sanksi etik, perhatian publik kini tertuju pada kelanjutan proses hukum pidana. Proses tersebut diharapkan dapat berjalan secara adil, transparan, dan sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku.
Polri menegaskan komitmennya untuk menghormati seluruh tahapan hukum yang berjalan. Melalui penanganan yang terbuka dan bertanggung jawab, diharapkan kasus ini dapat menjadi pembelajaran penting bagi institusi dan masyarakat tentang pentingnya akuntabilitas aparat negara.

Cek Juga Artikel Dari Platform cctvjalanan.web.id
